
Kelas Perkuliahan Bukan ‘Tempat Berdoa.’ Namun, dapur inti perkuliahan yang harus diwarnai, tidak hanya dengan penyampaian materi, tetapi menjadi ruang ‘di mana’ materi, konsep, gagasan, dan problematika dipercakapkan secara aktif, partisipatif, elaboratif, dan solutif.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) berbagi pengalaman belajar atau culture perkuliahan di sejumlah kampus luar negeri. Pengalaman ini bisa menjadi referensi atau wawasan yang memperkaya khazanah pengetahuan, baik bagi dosen, maupun mahasiswa.
Dosen S-1 Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Ahmad Abdullah Zawawi menceritakan pengalaman studi magisternya di University of Sydney, Australia. Salah satu aspek yang ditekankan di sana dan jarang diterapkan di Indonesia yaitu mengenai tujuan mahasiswa mengikuti perkuliahan.
“Mahasiswa di tempat saya studi itu harus mengetahui alasan mengapa dia harus belajar dan akan mendapat apa dari mata kuliah yang dipelajarinya itu. Sehingga mahasiswa tidak hanya tahu belajar, tetapi tahu besok mau dapat apa dari perkuliahannya,” ucapnya.
Hal serupa juga terjadi di sejumlah kampus Amerika Serikat, yang menekankan partisipasi aktif mahasiswa dalam perkuliahan. Hal itu disampaikan Liza Puspita Yanti, dosen S-1 Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), alumnus University of Florida, Amerika Serikat.
Mahasiswa di sana tidak datang, duduk, diam, menerima ilmu yang disampaikan dosen, lalu pulang, tetapi dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelas, termasuk mengeksplorasi ide untuk menggali dan memecahkan masalah.
“Saya kira itu bagian positif dari sistem pendidikan di Amerika Serikat yang tampaknya perlu dihidupkan di Indonesia,” ucapnya.

Dosen Unesa lulusan luar negeri: Liza Puspita Yanti, dosen Prodi S-1 Pendidikan Matematika; Bayu Ristiawan, dosen Prodi S-1 Manajemen Olahraga; Audinda Virsa Leinia, dosen Prodi S-1 Teknik Sipil; dan Ahmad Abdullah Zawawi, dosen Prodi S-1 Manajemen Pendidikan.
Dia percaya, kampus di Indonesia memiliki banyak potensi untuk membuat perkuliahan lebih aktif, partisipatif, eksploratif, dan melahirkan inovasi yang solutif.
Dari aspek mahasiswanya yang beragam dengan kemampuan adaptasi yang bagus, jadi potensi untuk menciptakan ekosistem perkuliahan yang aktif dan eksploratif.
Mahasiswa tidak hanya aktif di dalam kelas, tetapi juga belajar dan mengeksplorasi apa yang ada dan terjadi di lapangan, sehingga mahasiswa terlatih bagaimana seharusnya menghadapi permasalahan di lapangan.
“Dalam kelas itu isinya bukan hanya menerima materi, tetapi suasana diskusinya hidup. Tidak ada lagi namanya bullying, apalagi latar belakang nation, semua menyatu, membahas ide dan mengajukan gagasan,” ucap Audinda Virsa Leinia, dosen Prodi S-1 Teknik Sipil Unesa, alumnus Hasselt University, Belgia.
Bayu Ristiawan, dosen Prodi S-1 Manajemen Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) menceritakan pengalaman studinya di Shanghai University of Sport, Tiongkok.
Menurutnya, ada empat hal yang menonjol di dunia pendidikan di Negeri Tirai Bambu, yaitu etos belajar, kedisiplinan, penghargaan atau respect kepada guru, dan teknologi pendidikan yang terintegrasi.
“Pendidikan adalah sarana membangun bangsa, karena itu mindsetnya harus membangun dan berjuang. Itu yang harus ditanamkan di kampus. Mahasiswa kalau mau lulus, jangan karena dikasihani, tetapi karena perjuangan memenuhi kualifikasi,” ucap Bayu. []
***
Sumber: YouTube Official Unesa
Kurator: @zam*
Foto 1: wavebreakmedia_micro/Freepik.com
Foto 2: Tim Humas Unesa
Share It On: