
www.unesa.ac.id
Ketua Tim, Lintang mengatakan banyak kendala yang dihadapi sejak proses seleksi lomba. Pertama, mereka perlu mencari konstruksi jembatan yang tepat untuk lolos seleksi. Selanjutnya, membuat miniatur jembatan berdasarkan trial & error dengan dikontrol aplikasi SAP2000.
“Kita membuat 5 miniatur jembatan untuk dicoba, lalu dipilih mana yang paling kuat. Saat seleksi kita menggunakan struktur jembatan rangka atas. Dengan berat jembatan hanya 28,9 gram, miniatur tersebut dapat menahan beban terpusat hingga 35 kg,” terang Lintang.
Menurut Lintang, saat final mereka diharuskan mengerjakan miniatur jembatan rangka bawah selama 5 jam. Dengan menggunakan bahan kayu balsa dimensi 3 mm x 4 mm x 1 meter dan lem G. Selain itu, mereka juga wajib membuat deskripsi jembatan. Penilaiannya didasarkan pada efesiensi bahan 10%, pembebanan 65%, dan deskripsi/portofolio 25%.
Saat final, kendala masih ditemui. Kayu balsa yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan karena 14 kayu balsa yang disediakan panitia semuanya adalah kayu keras yang berat. Padahal, untuk memenuhi spesifikasi berat miniatur tidak boleh lebih dari 30 gram. “Solusinya, kami amplas sehingga berat jembatan memenuhi,” terang Agung, salah satu anggota tim.
Usaha keras mereka membuahkan hasil. Mereka mampu membuat miniatur jembatan dengan dimensi panjang 53 cm, lebar 8 cm, tinggi 6,5 cm yang beratnya tidak lebih dari 30 gram. Miniatur tersebut mampu menahan beban bergerak hingga 20 kg dan mengalahkan tim yang lain. Dan, yang lebih membanggakan, karya mereka berhasil mendapatkan juara 1. (emir/sir)
Share It On: