www.unesa.ac.id
Prof. Leny, begitulah panggilan akrabnya. Guru Besar Jurusan Kimia yang lahir di Surabaya pada 12 September 1951 itu dikenal aktif dalam kegiatan penelitian. Ia terlibat aktif di penelitian yang dilakukan simlitabmas sejak 2013 hingga 2016. Keaktifannya di bidang penelitian dan dedikasinya terhadap dunia pendidikan berbuah manis dengan anugerah Satya Lencana Karya 30 tahun. “Yang istimewa, penyematan tanda penghargaan itu dilakukan Bapat Menteri Ristekdikti, Prof. H. Mohammad Nasir, Ph.D. Ak,” ungkapnya bangga.
Sejatinya, sebelum mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya, Prof. Leny beberapa kali mendapatkan penghargaan dari Unesa. Tercatat, pada 2009, ia mendapatkan penghargaan sebagai dosen berprestasi pada era Rektor Unesa kala itu Prof. H. Haris Supratno. Pada 2013, ia kembali mendapat pernghargaan sebagai dosen berprestasi di era Rektor Prof. Muchlas Samani.
Semua prestasi yang didapat Prof. Leny, tentu tidak begitu saja terjadi. Ia memperolehnya dengan kerja keras dan penuh tanggung jawab. Baginya, semua pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, haruslah dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. “Sebagai pendidik, saya memunyai tanggung jawab dalam dunia pendidikan yaitu tri dharma perguruan tinggi. Sebagai seorang pendidik, bukan sekadar mengajar atau memberikan ilmu materi perkuliahan saja, tapi juga penelitian dan pengabdian,” paparnya.
Ia menyadari bahwa ilmu itu bersifat dinamis. Oleh sebab itu, seorang guru atau dosen harus mengikuti perkembangan ilmu. Agar saat menyampaikan kepada anak didik tidak kadaluwarsa. Artinya, sebagai pendidik perlu ditekankan bahwa ia bukan hanya penyampai ilmu, tetapi termasuk bagaimana cara menyampaikan, bersosialiasasi, dan cara berperilaku.
Leny menyampaikan pengalamannya saat masih di dunia pendidikan. Setiap hari, ia selalu menyempatkan waktu belajar dari sudut pandang keilmuan, belajar memahami sekitar, memahasi sesam, mahasiswa, dan teman sejawat. Ia juga belajar bagaimana cara pandang terkait masalah dan pemecahannya.
Lantas, apa yang menjadi prinsip perjalanan karirnya? Leny menjawab lugas, “pergunakan waktu yang ada seefektif mungkin, selalu introspeksi dan tak bosan bertanya. Keberhasilan tidak datang secara instan. Keberhasilan yang instan akan mudah rapuh.”
Menurut pengamatan Leny, saat ini mahasiswa di era gadget maunya serba instan. Membaca atau menyelesaikan tugas melalui tex book dan journalpun, juga pakai google translate, sehingga tidak ada atau salah maknanya. Tidak berusahan sendiri untuk memaknai isi texk book atau jurnal. Hal ini tentu menjadi tugas khusus bagi setiap dosen.
Menurut Leny, hambatan dalam segala bidang selalu ada. Tinggal, bagaimana kita menyikapi. Dalam arti, hambatan merupakan jalan menuju keberhasilan jika mampu melewatinya. Ia berharap ke depan Unesa mampu mewujudkan Good University Governance dan bisa masuk peringkat 10 besar universitas terbaik PTN/PTS di Indonesia. (dayat/sir)
Share It On: