
Nelayan sedang menangkap hasil laut. Selamat Hari Nelayan Nasional. (Foto: Freepik.com)
Unesa.ac.id, SURABAYA—Setiap tanggal 6 April, Indonesia memperingati Hari Nelayan Nasional. Peringatan ini menjadi momentum penting untuk mengapresiasi peran nelayan dalam menjaga ketahanan pangan, terutama bagi Indonesia sebagai negara maritim yang kaya akan sumber daya laut.
Menyikapi hal tersebut, Prof. Isnawati, Wakil Dekan Bidang Pembelajaran, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kemahasiswaan, dan Alumni Fakultas Ketahanan Pangan (FKP), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengapresiasi peran nelayan selama ini.
Ia menegaskan bahwa peran nelayan sangat vital dalam memastikan ketersediaan protein hewani untuk masyarakat Indonesia. Nelayan berperan besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional, utamanya dalam memenuhi pasokan protein hewani dari hasil tangkapan laut.
“Namun, sebagian besar nelayan kita masih menggunakan peralatan tradisional dan belum memiliki wawasan tentang keberlanjutan sumber daya laut,” ungkapnya.
Menurutnya, praktik penangkapan ikan melalui penggunaan alat yang tidak ramah lingkungan berhadapan langsung dengan persoalan kelestarian lingkungan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Isnawati mendorong adanya pendampingan berbasis edukasi dan teknologi. Salah satunya adalah pengolahan hasil tangkapan yang kurang diminati pasar menjadi produk bernilai ekonomi tinggi, seperti nugget berbasis ikan dengan kandungan prebiotik alami.
“Di Fakultas Ketahanan Pangan Unesa, kami mengembangkan berbagai produk olahan inovatif dari ikan yang kurang diminati, seperti nugget berprobiotik, yang memanfaatkan mikroorganisme indigenous dari ikan untuk kesehatan tubuh,” jelasnya.
Peran Pemerintah
Lebih jauh, guru besar bidang biorekayasa sumber daya hayati itu menekankan pentingnya kebijakan pemerintah dalam mendukung ekonomi biru yang berkelanjutan.
Pemerintah diharapkan memfasilitasi perlengkapan alat modern, termasuk peralatan tangkap yang lebih canggih dan kebijakan zona tangkap yang berpihak pada nelayan kecil.
“Banyak nelayan tidak bisa menjangkau perairan lebih dari 12 mil karena keterbatasan alat. Harus ada dukungan agar mereka bisa berdaya saing, karena kontribusi nelayan luar biasa besar untuk ketahanan pangan nasional,” jelasnya.
Tantangan lain yang dihadapi nelayan adalah minimnya diversifikasi usaha. Akademisi kelahiran Jombang itu menyarankan agar nelayan tidak hanya mengandalkan tangkapan ikan, tetapi juga mengembangkan usaha lain seperti budidaya rumput laut dan produk perikanan lainnya.
Terkait kesejahteraan nelayan, Isnawati menilai bahwa sebagian besar nelayan masih berada di bawah standar kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara kebijakan pemerintah, pendampingan akademik, dan penguatan kapasitas nelayan.
Maka dari itu, Unesa melalui Fakultas Ketahanan Pangan siap berkontribusi dalam mendukung ekonomi biru dan ketahanan pangan nasional.
“Kami mencetak SDM yang tidak hanya paham teori, tetapi juga memiliki keterampilan di bidang perikanan dan kelautan. Kami mengajarkan mereka untuk menerapkan teknologi smart aquaculture, termasuk monitoring kualitas air tambak dan sistem peringatan dini terhadap penurunan kadar oksigen atau kontaminasi,” terangnya.
Lebih lanjut ia juga menegaskan pentingnya hilirisasi produk perikanan, mulai dari pengolahan tradisional hingga modern, sebagai langkah strategis meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan nelayan.
“Harapan saya, nelayan ke depan menjadi lebih cerdas, terampil, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi serta memiliki peran di berbagai pilar ketahanan pangan, mulai dari produksi hingga pengolahan,” pungkasnya. [*]
***
Reporter: Sindy Riska Fadillah (Fisipol)
Editor: @zam*
Foto: Freepik.com
Share It On: