
SEMANGAT-PENUH HARAP: Abidah Ardelia peserta tunanetra asal Sidoarjo tampak antusias mengikuti UTBK di Unesa. Ia mengenakan alat ‘pembaca soal’ teks menjadi audio.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Sebanyak 7 peserta disabilitas mengikuti tes UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) sesi tiga (pagi) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada Kamis, 24 April 2025.
Dari jumlah tersebut, peserta kategori tunanetra sebanyak 2 orang, dan tunarungu lima orang. Mereka menjalani ujian di ruangan tersendiri yaitu di Training Center, lantai 4, Rektorat Unesa.
Kendati dengan kondisi khusus, peserta disabilitas tampak semangat untuk bersaing secara nasional pada jalur UTBK-SNBT. Tujuannya untuk mewujudkan harapan bisa kuliah di perguruan tinggi negeri atau PTN impiannya masing-masing.
Salah satu peserta tunanetra, Ade Dwi Cahyo Putra menyampaikan bahwa ia ingin sekali melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri atau PTN. Untuk itulah, dia mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk tesnya tersebut.
“Saya senang bisa ikut UTBK, meskipun tadi saya sempat deg-degan di awal, tetapi perlahan akhirnya bisa tenang dan menyelesaikan seluruh soalnya,” ucap Ade selepas tes.
Bersaing demi Kuliah

Ade Dwi Cahyo Putra juga hadir UTBK dengan membawa mimpi yaitu agar bisa kuliah dan meraih cita-citanya bekerja di lembaga internasional.
Dia mengungkapkan alasannya memilih tes di Unesa yang di antaranya karena faktor aksesibilitas dan pelayanannya. Ade merasa sangat terbantu dengan para pendamping yang sigap dan selalu mendampinginya mulai dari lobi, ke ruangan tes, sampai kembali lagi ke lobi.
Ade memilih dua kampus pada jalur UTBK, yaitu UPN Veteran Jawa Timur dan Unesa, dengan pilihan program studi Hubungan Internasional (HI). Alasannya memilih HI cukup kuat. Ia ingin bekerja di NGO (Non-Governmental Organization) dan berfokus pada isu-isu disabilitas.
Cerita lainnya datang dari Abidah Ardelia Ramadhani Budiatmaja, peserta tunanetra asal Sidoarjo. UTBK kali ini menjadi pengalaman pertamanya menggunakan komputer secara langsung.
“Tadi sempat deg-degan juga, karena baru menggunakan komputer. Sempat trial and error. Namun, dengan arahan pendamping, akhirnya bisa lancar. Screen reader di komputer juga memudahkan saya,” ungkap Abidah.
Pada jalur tes ini, Abidah memilih Prodi S-1 Musik dan S-1 Sastra Inggris Unesa, karena sudah lama mencintai dunia musik dan bernyanyi, serta memiliki minat mendalam terhadap bahasa Inggris.
Perempuan yang bercita-cita sebagai seorang produser musik itu berharap bisa lolos jalur UTBK di kampus berjuluk ‘Rumah Para Juara.’
Sementara itu, Alivia Rahmi Hanindya Sahnaz, peserta tunarungu asal Jombang menyampaikan perjuangannya ikut UTBK agar bisa mengenyam pendidikan di PTN. Dia memilih dua Prodi di Unesa, yaitu S-1 Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan D-4 Tata Boga, karena ingin menjadi guru dan suka memasak.
“Tesnya lancar, dan soal yang saya kerjakan sesuai dengan dengan apa yang sudah saya pelajari. Harapannya saya bisa lolos di Unesa tahun ini,” ucapnya dengan mimik yang penuh semangat.
Komitmen Unesa

Mewakili Rektor Unesa, Nurhasan atau Cak Hasan, Wakil Rektor 1 Unesa, Martadi memastikan kelancaran semua aspek tes, dan berbincang-bincang hangat dengan peserta beberapa saat sebelum ujian dimulai.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Kemahasiswaan, dan Alumni, Martadi meninjau langsung pelaksanaan UTBK sesi disabilitas tersebut. Dia mengapresiasi perjuangan peserta disabilitas untuk mengikuti tes UTBK jalur SNBT 2025.
Dia mengatakan bahwa Unesa sudah menyiapkan berbagai aspek secara matang untuk peserta disabilitas.
“Persiapannya banyak ya, baik itu dari sisi pendamping kita siapkan dari dosen dan mahasiswa. Kemudian dari aspek perangkat, juga disiapkan, termasuk aplikasi screen reader NVDA (Nonvisual Desktop Access), stylus dan reglet untuk peserta tunanetra,” ucapnya.
Dosen Unesa kelahiran Ngawi itu melanjutkan, setiap peserta disabilitas didampingi pendamping, yang bertugas mendampingi peserta mulai dari pintu kedatangan lobi rektorat sampai di ruangan tesnya masing-masing.
“Komitmen Unesa yaitu menyelenggarakan pendidikan yang inklusif, termasuk tes masuknya juga harus ramah disabilitas. Kami pastikan peserta disabilitas bisa menjalani tes dengan lancar, nyaman, dan ramah,” ucapnya.
Dia menekankan bahwa bobot soal tes peserta disabilitas sama dengan peserta lainnya. Hanya saja, memang ada treatment khusus dari aspek pelayanan dan media pengerjaan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing disabilitas.
Sebagai contoh, peserta disabilitas kategori tunanetra tidak bisa mengerjakan soal dengan membaca teks, tetapi teks soal tersebut yang diubah menjadi suara atau audio melalui teknologi screen reader.
”Semoga dengan pelayanan maksimal yang kami siapkan, peserta disabilitas bisa mengerjakan soal dengan lancar dan nyaman. Harapannya, mereka bisa lolos di prodi kampus impiannya,” harap Martadi.[*]
***
Reporter: Tim Liputan UTBK Unesa (Jessy Nora Sandy/Fatimah Najmus Shofa)
Editor: @zam*
Foto: Tim Humas Unesa
Share It On: