
www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (BEM U) menyelenggarakan Seminar Nasional Toleransi pada Sabtu (14/11). Seminar itu mengusung tema “Menjunjung Toleransi Mengukir Harmonisasi dalam Rangka Hari Toleransi Nasional” yang dilakukan melalui platform zoom. Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni Penyuluh Agama Islam dan Sie Bidang Penaiszawa (Kementerian Agama Jawa Timur), Dr. H. AW Evendi Anwar, M.Ag dan Presidium Gusdurian Jawa Timur, Yuska Harimurti (Gus Yuska). Turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Rektor Bidang Alumni dan Kemahasiswaan, Dr. Agus Hariyanto, M.Kes.
Kegiatan ini merupakan sebuah refleksi yang terjadi pada masa sekarang, dimana masyarakat lebih mementingkan individualismenya daripada rasa toleransi terhadap sesamanya. Dalam pemaparannya, AW Evendi Anwar menyebutkan jika toleransi penting dimiliki di zaman yang penuh hiruk pikuk seperti sekarang. Tujuannya tidak lain adalah agar kita bisa hidup tenang dan berdampingan di atas keberagaman yang ada. Khususnya, saling menghormati keberbedaan dalam memeluk kepercayaan yang dibuktikan dengan sikap toleransi kepada pemeluk agama lain untuk saling mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat sesuai ajaran agama yang dianutnya. “Semua agama mengajarkan kebaikan. Perbedaan itu sebuah keniscayaan, sebuah keharusan yang ada di muka bumi ini,” ujar AW.
Lebih jauh AW menjelaskan jika sikap toleransi merupakan sikap tepo sliro, tenggang rasa, memaafkan, dan menganggap orang lain itu tidak menggagu kita. AW juga sedikit mengulik mengenai semboyan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dari semboyan tersebut, sudah jelas jika keberagaman yang ada tidak sepantasnya dijadikan alasan perpecahan.
Sementara itu, Gus Yuska menuturkan jika Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa yang membuat kita lahir dengan agama yang beragam. Setiap umat beragama pasti meyakini jika agamanya yang paling benar, tetapi sikap toleransi sudah sepatutnya kita junjung tinggi. “Pengakuan atas keberagaman harus dibuktikan juga dengan perilaku. Kebergaman kita harus menjadi kekuatan, bukan kelemahan,” ujar Gus Yuska.
Gus Yuska juga mnejelaskan jika di masa sekarang, masa dimana sikap intoleransi semakin meningkat, kita harus memiliki pola pikir hidup bernegara. Secara tidak langsung kita hidup di wilayah yang beragam, sehingga kita harus bisa memahami keberagaman tersebut, karena keberagaman itu juga dijamin dalam undang-undang. “Toleransi harus menjadi pegangan kita pada zaman seperti sekarang ini. Sikap toleransi itu harus dibangun dan dilaksanakan atas dasar keberagaman,” pungkas Gus Yuska. (ay)
Share It On: