
www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya-Kementerian Pendidikan BEM Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar webinar pendidikan pada Kamis (06/05/2021). Tema yang diangkat yakni “Kondisi Pendidikan Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi Selama Masa Pandemi Covid-19.
Pendidikan masa pandemi sengaja dijadikan isu sentral dalam webinar tersebut, menurut ketua pelaksana acara, Yoga Perdana hal itu setidaknya karena alasan momentum hari pendidikan nasional dan realitas pelaksanaan pendidikan di masa pandemi yang baginya perlu dikaji dari banyak sisi, termasuk kebijakan pendidikan dan pemanfaatan teknologi selama pandemi.
“Dengan acara ini juga kita ingin ada bahasan tentang bagaimana efektivitas pembelajaran daring selama ini beserta dampaknya bagi lembaga pendidikan, guru dan peserta didik atau mahasiswa. Harapannya para peserta dapat gambaran dan hasilnya bisa menjadi bahan kajian lanjutan dan rekomendasi untuk para stakeholder,” kata Presiden BEM Unesa Ahmad Yusuf Alhakim.
Adapun narasumber yang hadir yakni Yulita Priyoningsih, S.Sos Kepala Seksi Pendidikan Jarak Jauh, Direktorat Pembelajaran Sub-Koordinator Pembelajaran Khusus, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, DIKTI. Selain itu, juga ada Butet Manurung, Direktur Sokola Institut.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unesa Dr. Agus Hariyanto, M.Kes dalam sambutannya mengatakan bahwa isu pendidikan selama pandemi memang perlu dicermati bersama. Pendidikan yang awalnya tatap muka, terpaksa diberhentikan sementara dan lalu belakangan diselenggarakan pendidikan atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa new normal.
Selama penerapan PJJ selama satu tahun ini memang ada beberapa catatan. Agus mengapresiasi langkah BEM Unesa yang menyelenggarakan kegiatan webinar tersebut yang menurutnya dapat menguraikan persoalan pelaksanaan PJJ selama pandemi dan bagaimana membuat langkah baru dalam pelaksanaan pendidikan ke depannya.
“Mudahan pendemi segera berlalu dan pembelajaran tatap muka bisa dimulai semester depan,” harapnya. “Di tengah kondisi yang seperti ini, kita harus tetap optimis dan mampu beradaptasi, itu yang terpenting,” sambungnya.
Pada kesempatan itu, Yulita Prianingsih memaparkan materi tentang transformasi pendidikan melalui kebijakan pendidikan jarak jauh. Mula-mula ia menyampaikan hasil survei dengan total 87.600 responden. Ternyata pembelajaran daring kurang meningkatkan motivasi, ketertarikan, dan minat belajar mahasiswa. Namun, positifnya dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengatur waktu dan meningkatkan kemampuan dalam memahami materi pembelajaran secara mandiri.
Ia juga menyebutkan bahwa sekitar 80,2 persen tersponden masih tetap ingin belajar daring, tetapi juga menginginkan pertemuan tatap muka. Dua hal itu terakomodasi dengan metode blanded learning (daring dan luring) yang bisa diterapkan ke depannya.
“Meski pandemi usai, pembelajaran daring tampaknya akan tetap diterapkan, meski pembelajaran luring mulai dilaksanakan. Karena itu, metode hybrid atau blanded menjadi alternatif utama dalam melakukan perkuliahan atau pembelajaran ke depan,” tandasnya.
Pada sesi materi kedua, Butet Manurung menyampaikan tentang kondisi pendidikan di Indonesia masa pandemi dengan studi kasus “Sokola Rimba”. Selama pandemi, yang paling berdampak sebenarnya adalah masyarakat kota.
Kemudian komunitas yang bisa bertahan yakni yang memiliki ketahanan pangan dan social capital tinggi seperti masyarakat adat. “Terkait pendidikan dan teknologi, kadang orang rimba berpikir, di dalam perguruan tinggi belajar ilmu yang tinggi, tetapi saluran air di samping kampus itu mampet karena sampah,” tukasnya.
Menurutnya, pendidikan dan pembelajaran yang ideal adalah yang memberikan dampak langsung pada penyelesaian permasalahan kehidupan sekitar. Orang rimba memandang pendidikan tidak seperti apa yang dipahami masyarakat kota.
Filosofi pendidikan bagi orang rimba lebih memandang keseimbangan manusia dengan manusia, manusia dengan pencipta dan manusia dengan lingkungan. “Sementara hidup ideal bagi orang rimba itu adalah hutan utuh dan adat terjaga,” ujarnya. “Pendidikan itu harus memberikan ruang untuk itu, kalau percakapan itu hilang, keberagaman hilang, dan bumi juga akan pergi,” sambungnya.
Menurut alumnus Unpad itu, pendidikan memang harus menjadi pondasi keutuhan ketahanan bangsa Indonesia. Namun yang perlu diingat, ketahanan suatu negara terletak pada ketahanan setiap komunitasnya yang terkecil, bukan sebaliknya.
“Agar punya ketahanan, komunitas diberikan ruang berkembang sesuai potensi alam dan budayanya. Mendukung mereka mencintai diri sendiri, mengenali dunia sekitar, bahkan kita mesti belajar dari mereka dan seharunya fungsi pendidikan ada di ranah itu,” pungkasnya. Acara webinar yang diikuti ratusan peserta dari Unesa dan kampus-kampus lain itu diakhiri dengan sesi tanya jawab dan diskusi yang interaktif antara pembicara dan peserta. (QQ/zam)
Share It On: